Saturday, February 16, 2013

Celebrating The Life of My Father



Peringatan bagi pembaca, ini bukan foto narsis, sekali lagi, bukan
Tapi kalopun narsis, sayapun punya hak, lha wong ini blog punya saya he he he...

Teman, coba lihat foto ini sebentar. 
Ini foto pernikahan saya, 24 November 2012. 
Cantiknya sayaaa (nah, ini baru narsis) dan gagahnya pria di samping saya... 
Who's that guy actually? Yesssss, this is my beloved father. 
Seseorang yang gak neko-neko, punya toleransi yang sangat besar, big heart, smart dan perencana ulung. Kelihatan gak, usianya sudah kepala 6? Stay young and keep young, yach?.
Ia menggamit lengan saya, menuntun saya sampai di depan altar, menghantar saya bertemu dengan pujaan hati dan melepaskan saya untuk dipersatukan dihadapan Tuhan. Semoga selalu sehat dan baik-baik saja, katanya.
Akhirnya putri satu-satunya menikah jugaaaa... 
Tarik nafas legaaa.... Phiuuuhhhh heh hehhhh



Teman, untuk segala sesuatu ada waktunya. Ada waktu untuk bersuka, ada waktu untuk berduka. 24 Januari 2013, saya harus menghantar Papa pergi untuk selamanya. Tepat dua bulan... Begitu cepat, tidak disangka-sangka terjadi. Hari itu pk 11 saya masih bercengkrama dengannya, pk 13:25 ia pergi untuk selamanya.
Hidup ini memang singkat. Kita tidak tahu kapan kita akan dipanggil olehNya, dengan cara apa dan bagaimana. Saat kematian menjemput, selesai sudah pertandingan hidup seseorang. Yang tertinggal hanyalah kenangan yang ada di dalam hati masing-masing orang yang ditinggalkan.


Saya boleh bersyukur dalam situasi seperti ini sekalipun, saya tetap dapat merasakan bahwa Tuhan itu selalu baik. Betapa saya diizinkan punya 1 tahun istimewa bersama Papa, berbagi bersama dengannya. Ngobrol, jalan-jalan, makan, bercanda, berdiskusi, bercengkrama dan lain-lain. Bukan berarti tahun-tahun sebelumnya tidak, tapi satu tahun terakhir adalah tahun yang berbeda.  
2012 adalah tahun pemulihan hubungan saya dan Papa. Apa yang terjadi di belakang itu, tergantikan. Saya boleh merasakan kasih Tuhan yang begitu nyata dan diberikan kesempatan untuk mengekspresikan rasa terima kasih dan sayang secara langsung kepadanya. 

Melihat anak-anaknya berhasil baik dalam pekerjaan, mengantar anak-anak hidup berkeluarga, punya cucu laki-laki pertama penerus klan Jayanegara tentunya, anak-anak yang full support, bisa jalan-jalan kemana saja Papa suka, bertemu dengan teman lama, berkumpul dengan keluarga, what else? Hidup Papa benar-benar tanpa beban dan happy. Bahkan diakhir hidupnya, saya masih melihat kebahagiaan yang terpancar, sisa itu juga yang ia bawa dalam tidur abadinya.

Saya boleh mengenal seorang Achmad Syafril Jayanegara, orang yang saya hormati, dan kagumi, sekaligus saya sayangi.... 
Saya bangga memiliki beliau. Tanpa beliau, tanpa mama Ditty, saya tentunya gak bakal ada. Bersama beliau saya boleh belajar untuk berbesar hati, bertenggang rasa, mandiri, rendah hati, tenang dan selalu bersyukur dengan segala yang ada. 

Teman, rasanya seperti dia sedang bepergian keluar kota saja, tetapi kali ini dia gak akan kembali pulang ke rumah mencari, menelepon, bbm atau sms saya lagi. Dia pergi tak kembali.
Saya sayang Papa, tapi ternyata Tuhan lebih sayang...
Beristirahatlah dengan damai Papa Syafril.
Suatu saat kami pasti akan bertemu kembali di awan-awan surga. 
Saya tau engkau sudah bersama denganNya...
Biarlah kenangan indah akan Papa Syafril selalu lekang dalam ingatan walau kini terpisah raga.

Di balik kesedihan, saya percaya Tuhan selalu punya rencana indah untuk keluarga yang ditinggalkan. Ada berkat-berkat yang dilepaskan, ada pintu-pintu yang terbuka bagi anak-anak yang ditinggalkan. WaktuNya selalu tepat, rancanganNya gak membawa kita pada rancangan kecelakaan karena selalu ada pelangi setelah hujan...
Karena Allah sumber kekuatanku, sukacitaku, Ia yang mengubah ratapanku menjadi tarian.


(In memoriam Achmad Syafril Jayanegara 3 April 1951 - 24 Januari 2013)
photo courtesy Princes Q taken by Oom Edje's camera