Monday, April 21, 2014

A to Z about Flowers

Libur Paskah baru aja selesai... 
Ini jepretan-jepretan iseng di lokasi Bukit Talita Mountain Resort & Tugu selama liburan.

Terlalu banyak kata yang muncul di kepala untuk menjelaskan 
Yang benar-benar saya sadari, God is The Greatest Creator ever... 
Here are A to Z about it



Amazing

Beautiful

Charming 

Delight 

Energizing

Fantastic

Great

Heavenly

Inspiring 

Joyful

Kissed

Lovely

Magnificent

Nature

Organic

Precious

Queen

Sweet

Tender

Unique

Virtous

Wonderful

Xylem

Young

Zeal


Wednesday, April 9, 2014

Great Escape to Bandung

Hari masih gelap ketika taksi menjemput dan membawa kami membelah Bekasi menuju Jakarta. Ada apa gerangan, pagi-pagi buta sudah bergerak mengalahkan kokok ayam jago? Ceritanya, hari ini short trip ke Bandung menemani sepupu yang datang dari luar negeri. Meeting point di bilangan Jakarta Timur, berangkat bersama 19 orang lain yang punya pertalian darah, menghasilkan susunan lengkap dari oma, opa, oom, tante, sepupu, keponakan dan cucu dalam rombongan. Dan ini baru 1/3 dari family pfiuuuhhh... 


Sambil menunggu anggota yang lain berkumpul serta bus datang menjemput, kami disuguhi sarapan pagi di meja, self service oleh tuan rumah. Ada roti, donat, minuman hangat seperti teh, kopi bahkan kunyit putih serta jahe merah tersedia, tinggal pilih sesuai selera.

Tak lama kemudian, bus datang dan kami bersiap-siap meluncur menuju Bandung melalui ruas tol Jakarta - Sadang. Saya yang terbiasa naik omprengan jika ngantor, sudah seting badan untuk melanjutkan tidur. Lumayan istirahat dua jam, pikir saya. Apa daya, mau tidak mau terjaga. Oom dan tante dobel energi meski usia sudah di atas 60, heboh menyanyi dan luar biasa kreatif. Ada-ada saja idenya. Salah satunya adalah memperkenalkan diri dan menjelaskan asal namanya sendiri. Suasana berubah jadi seru dan penuh gelak tawa. Gak jadi ngantuk, dech... 

Tak terasa bus sudah keluar di Pasteur dan memasuki Jl Pasirkaliki. Cuaca cukup bersahabat, matahari bersinar agak malu-malu tertutup awan. Perhentian pertama, breakfast di Jl Prof. Eyckman. Buat sebagian besar rombongan termasuk saya, rumah ini memiliki kenangan tersendiri. Dari anak-anak perantauan yang tinggal ngekost di akhir tahun 1950an mempersunting 5 dara anak pemilik rumah, dan berkeluarga, sampai diawal 1980an ketika kepemilikan beralih generasi. Belakangan, rumah ini kembali digunakan untuk melanjutkan tradisi keluarga di hari Natal. Jika saja dinding bisa bicara, banyak cerita yang ia rekam.


Setelah kenyang mengisi perut, perjalanan dilanjutkan kembali, next, Gunung Tangkuban Perahu. Alkisah ada anak yang ingin menikahi ibunya sendiri. Untuk membatalkan niat sang anak, ibu memintanya untuk membangun perahu sebelum ayam berkokok. Ibu berhasil membuat ayam berkokok sebelum waktunya, pernikahan batal, sang anak marah dan membalikkan perahunya. Kisah ini menjadi legenda tanah Sunda, Dayang Sumbi & Sangkuriang. 

Astagaaa.... Saya baru sadar sudah 30 tahun lebih tidak ke Tangkuban Perahu. Tentunya sudah banyak sekali perubahannya. Yang pasti ketika turun dari bus, pedagang suvenir, topi, baju, aksesoris langsung menyambut. Untuk mencapai kawah Gunung Tangkuban Perahu, kami harus berpindah kendaraan dari bus ke elf. Dinas Pariwisata Jawa Barat melarang kendaraan besar naik sampai di kawah untuk menghindari getaran dan gesekan yang lebih besar. Sesampai di kawah, kembali disambut dengan pedagang yang bertambah dengan penjual buah-buahan organik dari kelompok buah berries, dan sewa kuda. Warna dan besar buah-buahan yang ditawarkan sungguh menggoda. Ada baiknya dicek dulu rasanya sebelum membeli supaya gak dikelabui penjual, memberikan buah yang sudah dicelupi dengan air gula.


Kondisi perut sudah mulai bernyanyi, rupanya sudah waktunya makan siang. Rombongan mampir di Setiabudi untuk makan siang dan istirahat sebentar sebelum menuju Saung Angklung Mang Udjo untuk menonton pertunjukan seni pada pk 15:30.

Lokasi Saung Udjo sendiri berada di daerah Pada Suka. Kami berangkat lebih awal untuk mengantisipasi kemacetan. Dari Setiabudi bus meluncur ke arah Cihampelas dan melintas Dipati Ukur sebelum melewati Gedung Sate yang dijadikan trademark kota Bandung dan tiba di Saung Udjo pk 14:30. Sambil menunggu Oom yang juga merangkap menjadi tour guide mengurus tiket masuk, kami diarahkan ke toko kerajinan tangan dan suvenir khas Saung Udjo dan alat musik tradisional dari beberapa daerah di Indonesia. Di toko tersebut memiliki sudut pertunjukan musik yang memainkan lagu-lagu dengan angklung. Sungguh merdu dan membuat kaki dan kepala bergoyang. Aca aca acaa

Pk 15:30 kami memasuki ruang pertunjukan, sebuah ruangan beratap limas semi terbuka dengan model tempat duduk amphitheater. Sebelum masuk saya disegarkan dengan welcome drink berupa es lilin rasa ketan hitam. Oh ya, sebagai tiket masuk, masing-masing diberikan kalung berbentuk miniatur angklung.

Seorang wanita berparas cantik,memakai kebaya masuk mengucapkan selamat datang dan memandu acara dalam dua bahasa, Indonesia & Inggris. Pertunjukan dimulai dengan demo wayang golek dengan adegan hanoman melawan dasamuka. Demo ini juga menampilkan Cepot sebagai maskot, mengingatkan saya akan dalam Asep Sunarya yang beberapa waktu lalu berpulang. 

Tak lama kemudian, anak-anak berusia 5-10 tahun masuk membawa panji-panji dan kuda lumping, menari dengan lincahnya. Dilanjutkan dengan permainan angklung oleh anak-anak sambil menyanyi dan menari dilukiskan dalam prosesi pengantin sunat. Dalam prosesi ini ada seorang anak laki-laki berbaju oranye yang menarik perhatian saya. Ia menari dengan lincah, dan ekspresi mukanya itu, lho..... Lucu & menggemaskan. Rasanya pingin nyubittt pipinya. 


Setelah itu disambung dengan tari topeng yang dibawakan oleh tiga orang gadis remaja 

Acara selanjutnya adalah belajar bermain angklung yang dipimpin oleh Pak Yayan, yang adalah anak dari Mang Udjo. Setiap penonton diberi satu angklung dengan nada yang berbeda-beda. Teknik pertama diajarkan memegang dan membunyikan, kemudian berlatih membunyikan tangga nada dan harmonisasi. Setelah itu, Pak Yayan mengajarkan penonton memainkan sebuah lagu dengan memperhatikan instruksi tangannya dan dengan memperhatikan angka yang tertera di papan tulis. Seruuuu.... Ternyata diperlukan konsentrasi tingkat tinggi untuk bisa menjadi suatu lagu,ya. Terkadang ada bunyi-bunyi yang tidak sesuai muncul. Yang penting semua senang... Begitu pesan Pak Yayan mengakhiri pelajaran.

Orkestra angklung toel menjadi penutup pertunjukan di Saung Udjo. Sekelompok remaja bermain angklung yang telah dimodifikasi. Kali ini saya benar-benar terpukau dengan keindahan permainan mereka. Begitu terampil dan lincah, menoel angklung menciptakan suatu harmonisasi yang indah dengan lagu yang up to date. Sayang, saya tidak berhasil mengingat siapa yang memopulerkan lagu tersebut. 


Selesai menonton orkestra angklung toel, para penari dan pemain angklung kecil mengajak penonton turun ke arena pertunjukan untuk bermain bersama sebuah permainan rakyat ular-ularan. Keriaan tampak terpancar dari setiap penonton yang berpartisipasi. Saya mendapatkan seorang teman kecil bernama Sri L. Umurnya mungkin sekitar 12 atau 13 tahun. Ia duduk di kelas enam SD. Permainan rakyat ini menjadi tanda berakhirnya acara pertunjukan di Saung Udjo. 

Di depan parkiran rombongan yang akan siap-siap kembali ke bus disambut dengan tukang foto keliling yang menawarkan hasil foto mereka. Ternyata ada can did foto pada saat memasuki Saung Udjo. Saya membeli foto-foto tersebut seharga Rp5000. Tak lama setelah itu, muncullah anak laki-laki yang menggemaskan itu bersama dengan ibunya. Tanpa menunggu langsung saya berkenalan dan mengajaknya untuk berfoto bersama. Pas ditanya siapa namanya, dia malu-malu bersembunyi dibalik badan ibunya dan membiarkan ibunya yang menjawab, namanya Hengky, umur 7 tahun duduk di kelas dua SD. 

Dari Saung Udjo, untuk memenuhi permintaan ibu-ibu yang tentunya ingin belanja ke factory outlet, tour guide mengarahkan kendaraan ke Jl Riau untuk mampir ke Heritage. Waktu yang diberikan singkat padat, 1 jam saja. Bergegas saya dan suami turun dan memilih mana yang akan kami beli.

Jam 19:00 kami berkumpul kembali di bus untuk pergi makan malam. Tujuan terakhir, Yoghurt Cisangkuy. Saya langsung membayangkan kelezatan yoghurt home made tersebut. Hmmm nomnom. Begitu sampai dilokasi, saya agak mengernyit, koq gak terlalu ramai,ya? Malah tempat di sebelahnya lebih ramai. Tapi berhubung perut gak bisa diajak kompromi dan banyak orang tua, kita memutuskan untuk tinggal dan memesan makanan. Ternyata, tidak seperti yang saya bayangkan. Banyak menu yang tidak tersedia dan rasanya kurang memuaskan. Yach, kecewa, dech... Sayang juga tempat ini akhirnya tergerus dengan konsep tempat makan cepat saji dan mungkin kurang berinovasi untuk mengembangkan makanan dan minumannya.

Makan malam di Cisangkuy menjadi penutup perjalanan rombongan keluarga di Bandung. Pk 21:00 bus kembali mengarah ke Jakarta, berhenti sebentar di rest area 97 dan pk 00:00 tiba kembali di Jakarta.

Saya terkesan dengan perjalanan ini, bertemu dengan sepupu-sepupu yang sudah lama tidak bersua. Jalan-jalan ke lokasi yang pastinya jarang saya kunjungi. Dan pastinya bertemu dengan Linke, setelah 20 tahun.