Thursday, August 18, 2011

Give Respect to Others

Bertiga dengan teman kantor yang senasib tidak puasa, kami meluncur ke seberang untuk makan siang. Food court lorong ITC Kuningan menjadi pilihan. Sebelum masuk area kami sempat berdiskusi singkat untuk makanan yang akan kami pilih. Kesepakatan diambil, tujuan: mie aceh. Kami naik ke lantai 4, mencari tempat dan memesan makanan.

Tak lama setelah memesan makanan, datanglah 3 orang wanita. Salah seorang dari mereka menanyakan tempat duduk yang kosong di sebelah saya, apakah boleh mereka tempati. Tanpa berpikiran apa-apa, saya mengiyakan saja agar mereka dapat duduk. Memang siy, adalah hal yang biasa apabila wanita-wanita berkumpul, akan terjadi pembicaraan-pembicaraan yang seru termasuk pergosipan, tapi kali ini hmmmm, gak banget.

3 wanita ini membicarakan tentang pengalaman mereka memiliki pembantu, tepatnya baby sitter.
Mbak Hijau (saya gak tau namanya, cuma lihat ia memakai baju hijau) mendominasi pembicaraan dengan cerita pengalamannya. Sebenarnya saya tidak begitu peduli, tapi lama-lama akhirnya jadi pasang telinga karena Mbak Hijau bercerita dengan penuh semangat sehingga mengeluarkan suara yang mirip dengan toa.

Ada beberapa hal yang saya dengar membuat saya mengernyit dan tersenyum miris di dalam hati. Ini sekelumit cerita dari hasil mencuri dengar yang jadi pemikiran saya.

Saat ketika sang majikan memergokinya nonton tv sambil membiarkan anaknya bermain. Betapa penghargaan seseorang terhadap orang lain yang begitu minim. Begitu berkuasanya sang majikan kepada pelayannya sehingga dia mungkin tidak melihat betapa sang baby sitter adalah orang yang berharga membantunya untuk menjaga anak selama ia bekerja, dan patut untuk diapresiasi atas jasanya.

Bagaimana komunikasi yang jelas dapat disampaikan ke baby sitternya sehingga tidak menimbulkan kekacauan, seperti kala baby sitternya ia berikan bahan baju untuk dijahit menjadi kemeja dan oleh sang baby sitter dibuatkan kemeja dengan model lengan yang gaya balon. Lha wong majikan tidak menyebutkan secara spesifik model baju seperti apa yang harus dibuat. Yang ini saya tersenyum simpul, ini yang benernya oon siapa yach, majikan atau baby sitter?

Akan tetapi yang mengusik saya adalah cerita tentang Mbak Hijau membelikan sepatu dengan merk dan model yang sama untuk baby sitter dan kakaknya. Dengan berdalih karena sepatunya itu enak, ia membelikan barang yang sama untuk sang kakak. Lucunya, sebagai orang yang memberikan, ia  memberikan catatan dan melarang sang baby sitter untuk menggunakan sepatu tersebut jika ada kakaknya. Dan yang terjadi, baby sitter tersebut justru menggunakan sepatu tersebut ketika berjalan dengan kakak Mbak Hijau. Alhasil si kakak tidak mau berjalan dekat-dekat dengan baby sitter adik.

Entah kenapa mendengar cerita tentang sepatu itu, tiba-tiba saya teringat tentang bagaimana seseorang menghargai dan menghormati orang lain. Salah satu cara adalah dengan memberikan sesuatu dalam bentuk benda atau fisik. Dalam benak saya, masa seorang adik tega membelikan kakaknya barang yang sama dengan pembantu? Dimana letak penghargaaan dan rasa hormat adik kepada kakak, pikir saya. Kenapa juga gak beli yang berbeda dan memberikan yang terbaik untuk sang kakak tercinta. Mungkin tidak dilihat dari jumlah atau harganya, tetapi bagaimana kita bisa memberikan yang terbaik dengan tulus hati. Di sini saya terpekur dan terhenyak. Apakah saya juga sudah memberikan yang terbaik, untuk Tuhan, orangtua, saudara, kerabat, teman, pembantu, klien, orang lain? Atau saya sama dengan Mbak Hijau?

Bentuk penghargaan bukan berarti berjalan membungkuk-bungkuk atau bersikap sempurna terhadap orang-orang tertentu yang kita pandang lebih, atau memberikan sesuatu untuk mendapatkan reward balik. Akan tetapi lebih karena saya mencoba untuk memahami bahwa orang-orang yang ada di sekitar saya juga manusia. Yang perlu untuk diapresiasi baik melalui pujian, sapaan, senyuman atau benda sebagai bentuk penghargaan dan penghormatan yang keluar dari hati yang tulus tanpa tendensi apa-apa. Memang siapapun orangnya apakah tua, muda, kaya, miskin, laki-laki, perempuan, atasan, bawahan dan lain-lain, mereka tetap harus dihargai dan dihormati. Mungkin bisa dimulai dari hal-hal yang sederhana, misalnya menyapa OB di kantor, mengucapkan terima kasih kepada pembantu yang sudah membereskan rumah, memberikan perpuluhan dan persembahan di gereja secara rutin atau memberikan selamat kepada teman yang dipromosi dan lain-lain.

Terlalu gerah telinga saya untuk mendengarkan lebih panjang keluh kesah yang terlalu dilebih-lebihkan menurut saya.
Kalau kata teman saya dalam  retwitannya: kayak milih channel tv yang muter sinetron...
reply saya: kalau pegang remote, udah gw ganti channelnya...
Segera setelah makanan di piring ludes, kami beranjak meninggalkan arena.